Alasan pembebasan karena perbuatan terdakwa "Tidak ada kerugian Keuangan Negara. Demikian ditegaskan Tommy Aditia Sinulingga , S.H., M.H. Cs, Selasa (15/12) 2020 pukul 17.00 WIB usai mengikuti gelar sidang di Pengadilan Tipikor Medan.
Iya, jelas tuntutan jaksa merugikan kami selaku Penasehat Hukum, sebab Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam surat dakwaannya No. Reg. Perkara: PDS-02/L.2.19/Ft.1/08/2020 Tgl. 07 Agustus 2020 telah mendakwa Terdakwa dengan bentuk dua dakwaan yaitu :
Dakwaan Primair dan Dakwaan Subsidair tidak cukup alasan.
Pertimbangannya, surat dakwaan yang dibuat oleh JPU karena tidak disusun dengan cermat dan membingungkan. Hal ini dapat kita lihat dari adanya penggabungan 2 (dua) peristiwa tindak pidana dalam satu dakwaan yaitu pekerjaan studi kelayakan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) sampah T.A. 2015 dan pengadaan tanah TPA sampah Kabupaten Karo T.A. 2016 dimana secara hukum Tempus, Locus dan Delicti masing-masing perbuatan tersebut berbeda. Sehingga
surat dakwaan JPU tersebut menjadi kabur (obscuur libel).
Diterangkannya kembali," surat dakwaan JPU yang disusun tidak cermat tersebut diduga karena dibuat secara tergesa-gesa karena waktu itu Terdakwa mengajukan Prapradilan, bahkan perkara a quo belum layak untuk dilakukan penuntutan ke Pengadilan karena belum ada upaya
pemeriksaan internal yang dilakukan oleh APIP (Aparat Pengawasan Internal Pemerintah) dan kerjasama antara APIP dan APD, "urainya.
Hal yang sama di kemukan Ahli Pakar Pidana Dr.Mahmud Mulyadi S.H. M.Hum menilai seharusnya Aparat Penegak Hukum (APH) memandang kasus korupsi pengadaan barang dan jasa ada beberapa ilmu berhubungan, yakni UU barang dan jasa, UU administrasi negara dan UU Perdata dan Pidana. Dasar inilah sebelum dilakukan pemidanaan seharusnya diserahkan terlebih dulu ke pengawas internal pemerintah seperti inspektorat dan APIP,"katanya.
Ditambahkan Mahmud, dalam kasus ini tidak ada hasil audit BPK, (Badan Pemeriksa Keuangan ), padahal yang menyatakan Men-declare terpenuhi kasus korupsi adalah audit BPK sesuai surat edaran Mahkamah Agung (Sema ) tahun 2016. Masalahnya apakah jaksa sudah menerapkan surat Sema ini atau belum letaknya disini, jika belum ini keliru dan tidak layak Terdakwa dituntut dalam persidangan,"pungkasnya.
(Jona T/DvD)