StatusRAKYAT.com, Pekanbaru - Sejumlah besar organsiasi Pers di Pekanbaru Provinsi Riau kembali menyatukan kekuatan dalam rangka menolak peraturan gubernur Riau nomor 19 tahun 2021 karena dinilai sarat dengan kejanggalan dan tidak sesuai dengan UU Pers. Kamis (17/6/21).
Sebagaimana disampaikan oleh ketua Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pers Republik Indonesia (DPD SPRI - Provinsi Riau), Feri Sibarani, STP dalam sebuah pertemuan Enam Organisasi Pers di tingkat DPD Riau, diluar konstituen Dewan Pers, yakni Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Perkumpulan Wartawan Republik Indonesia (PWRI), PJI Demokrasi, Aliansi Pewarta Pertanian Indonesia (APPI) dan Jurnalis Online Indonesia (JOIN) Solidaritas Pers Indonesia (SPI).
Feri mengatakan bahwa pihaknya yang terdiri dari berbagai organisasi Pers di Riau, khususnya yang bukan konstituen Dewan Pers, saatnya merapatkan barisan untuk memperjuangkan kemerdekaan Pers sebagaimana yang menjadi latar belakang pembentukan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Ini berawal dari adanya peraturan gubernur Riau nomor 19 tahun 2021 yang kami nilai sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemerdekaan pers, khususnya soal perusahaan Pers dan Wartawan, yang oleh Pergub itu ada pasal dan ayat yang memberikan stikmanisasi negatif pada perusahaan Pers dan Wartawan, serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni UU Pers," sebut Feri.
Bahkan secara cermat, Feri Sibarani juga mencium adanya konspirasi pihak tertentu dibalik Pergub tersebut, karena menurutnya pencantuman ketentuan kriteria Perusahaan Pers dan Wartawan dalam Pergub tersebut di nilai tanpa dasar hukum sebagai rujukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
"3 poin dalam ayat (3) pasal 15 itu adalah poin siluman, apa yang menjadi dasar pijakannya? Kan tidak ada, artinya Gubernur Riau mengarang? kan tidak mungkin juga, lantas dasar parameternya apa ? Siapa yang menitipkan poin-poin itu ? Bukan tidak mungkin ini konspirasi untuk praktik monopoli dana Publikasi di lingkungan pemerintah provinsi Riau," imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan oleh ketua DPD Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Feri... . Menurut Feri ... Peraturan Gubernur Riau yang sangat tidak pro dengan demokrasi itu sebenarnya sudah menciderai prinsip kemerdekaan Pers, yang secara jelas diatur dalam pasal 2 ayat (1) UU Pers.
"Isi pasal 2 ayat (1) sangat jelas amanatnya, yaitu Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip - prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi yaitu," urai Feri....
Senda ketua PJI Demokrasi, Jet Sibarani, SH,.M.H pada keterangan Persnya kemarin di Pekanbaru mengatakan, bahwa Pergub tersebut sesungguhnya layak digugat karena mengindikasikan beberapa kejanggalan dalam prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan.
"Bagi saya yang terpenting disini adalah soal unsur formal dan dan materiil dalam Pergub ini, dari sisi formalitas nya saja pergub ini perlu dipertanyakan, sebab manakala pergub tersebut menyinggung soal dunia Pers, khususnya terkait penentuan kriteria Perusahaan Pers dan kriteria Wartawan, maka Pergub ini masuk pada metriil UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, artinya, pergub ini memasuki ranah lain, yang yang sudah memiliki payung hukum sendiri, yaitu UU Pers. Ini saja sudah polemik secara aturan hukum," sebut Jetro.
Disisi lain, Ketua DPD Aliansi Pewarta Pertanian Indonesia (APPI) Riau, Romi, dengan tegas mengatakan Peraturan Gubernur Riau yang sudah terjebak kedalam stikmanisasi pihak lain soal Perusahaan Pers dan Wartawan, maka Gubernur Riau menjadi tokoh sentral yang harus mempertanggungjawabkan isi pergub itu, terkait poin (b) (c) dan (h) pasal 15, yang disebutnya bertendensi melecehkan profesi jurnalis.
"Dengan penentuan kriteria yang tidak sesuai dengan aturan dalam UU Pers terhadap Perusahaan Pers dan Wartawan, maka ini berkonotasi melecehkan perusahaan Pers dan Wartawan itu sendiri, sebab secara aturan Negara berdasarkan Undang-undang, Perusahaan Pers sudah sesuai dengan yang persyaratkan dalam pasal 1 ayat (2) begitu pulak dengan Wartawan telah di persyaratkan dalam pasal 1 ayat (4) UU Pers," kata Romi.
Sementara atas "gonjang-ganjing" pergub yang bertujuan menyeleksi media dan Wartawan untuk turut menyebarluaskan informasi di lingkungan pemerintah provinsi Riau itu, juga mendapat komentar dari ketua Jurnalis Online Indonesia (JOIN), Riswan Nduru. Menurut Riswan, kebijakan Gubernur itu sangat bertentangan dengan prinsip demokrasi dan kebebasan Pers, dan disebutkannya, pergub tidak ada wewenangnya dalam menentukan kriteria Perusahaan Pers dan Wartawan, apalagi dasar penentuan itu tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Sejak kapan peraturan gubernur mengatur rumah tangga Pers dan Wartawan? Apakah gubernur Riau Drs Syamsuar sudah benar-benar mengkaji Pergub tersebut dengan matang? Apa dasar penentuan itu? Boleh kah seorang gubernur sembarangan melebelisasi perusahaan Pers dan Wartawan tanpa rujukan aturan yang jelas dan pasti ? Kita bersatu melawan kesewenang-wenangan ini," seru Riswan.
Sedangkan dari Solidaritas Pers Indonesia (SPI), tak ketinggalan dengan pandangannya atas adanya poin-poin dalam Peraturan Gubernur Riau yang telah melemahkan peran dan ke ikut sertaan Pers dan Wartawan dalam tugas menyebarluaskan informasi Penyelenggaraan Pemerintahan di Lingkungan Pemprov Riau.
Ditempat terpisah, praktisi hukum Riau, Dr. Yudi Krismen, SH.,MH atas gejolak sosial dikalangan Pers Riau ini, menyampaikan analisisnya dengan mengatakan harusnya Gubernur tak ikut campur masalah internal Pers, karena sudah diatur oleh Uu no. 40 tahun 1999 ttg Pers.
"Pasal 9 uu Pers menyebutkan bahwa "setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan Pers"
Jadi ada kebebasan dalam penyampaian pendapat dalam negara Demokrasi, dengan diberikan kebebasan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk menyalurkan aspirasi mereka, berdasarkan Badan Hukum. Dalam ayat 2 di jelaskan bahwa" Setiap perusahaan Pers harus berbentuk badan hukum Indonesia" Mengacu kepada Badan Hukum sudah ada UU Perseroan Terbatas, "terangnya kepada media Rabu, (16/6/21) melalui selulernya.
Terkait kewenangan Dewan Pers dalam pasal 15 huruf G UU NO. 40 Tahun 1999 tentang Pers, menjelaskan bahwa "mendata perusahaan Pers dan bukan Verifikasi Perusahaan Pers" Sebagaimana yang dilakukan Dewan Pers sekarang ini.
"Kalau mau melakukan Verifikasi, tentu seharusnya di lakukan perubahan terhadap pasal 15 huruf G dimaksud diatas?
Ada perbedaan penafsiran dari kata mendata dengan Verifikasi. Menurut KBBI Mendata itu adalah melakukan pendataan, sedangkan Verifikasi di KBBI adalah: pemeriksaan tentang kebenaran laporan, pernyataan, penghitungan uang, dan sebagainya.
Penafsiran dengan hukum digunakan sebagai cara penemuan hukum.
"Yaitu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui makna undang-undang, tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwa nya.
Gubernur jangan ikut campur dalam urusan internal Pers dengan membuat pergub, naifnya lagi pergub dibuat hanya untuk mengurus masalah bagi bagi resky proyek Pers, ini sangat disayangkan, "tutup Dr. YK.(Tim/Red)
Laporan: Ali Rahman Siregar
Sumber: Tim 6 Organisasi Pers Riau